PADAKEMBANG, AYOTASIK.COM -- Gunung Galunggung, disebut-sebut pernah menjadi tempat atau maskas anggota DI TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Beberapa kali operasi militer digelar untuk menumpas pemberontakan digulirkan pemerintah. Anggota ABRI kala itu, bahkan diantar oleh warga untuk mengetahui letak markas para pemberontak.
Adalah Nunu (83) warga Cigula Desa dan Kecamatan Padakembang menjadi salah satu warga yang kerap kali diminta untuk menjadi petunjuk jalan menuju markas DI TII. Bahkan, ia bertugas membawa bekal makanan untuk keperluan para tentara kala itu.
Ditemui di sebuah warung di kampung Cigula, Nunu menuturkan kisah yang tidak akan hilang dari ingatannya. Di saat itu, ia diminta oleh sesepuh kampung Masturi menjadi petunjuk jalan para tentara. Meski pengalamannya itu terjadi tahun 1958, namun kuat ingatan Nunu menceritakan kepada Ayotasik.com, Kamis (28/1/2021).
Dalam setiap kali perjalanan, kata Nunu, jumlah anggota ABRI kala itu berjumlah tidak lebih dari 10 orang. Nunu berada di depan untuk memandu para tentara berjalan. Dalam perjalannya itu, ia tidak dibekali senjata. Pasalnya tugas Nunu lebih kepada petunjuk jalan dan membantu membawa peralatan untuk keperluan para tentara.
“Abah mah nganter we wungkul jang, paling dipiwarang nyandak beas dina karung goni seueurna aya 10 kilo eta teh. Harita teh abah mah nuju yuswa 26 tahunan, masih pamuda keneh. (Abah mah hanya mengantar saja, paling disuruh bantu angkut beras di karung mungkin sekitar 10 kg. Kala itu, abah masih usia 26 tahunan, masih pemuda)," kata Nunu.
Dalam perjalanan sebelum mencapai markas DI TII, lanjut Nunu, tidak jarang terjadi kontak tembak. Ia hanya bisa tertelungkup menutupi telinga lantaran suara desing pelucu yang cukup keras terdengar. Dalam pertempuran itu, ia pun melihat ada korban dari pihak musuh.
“Anu kagetna mah, saatosna maot teh geuning tatangga nyalira. Reuwas abah tidinya jang (yang bikin kaget itu, sesudah ada kabar yang meninggal itu ternyata tetangga sendiri. Dari sana abah kaget," ucap Nunu.
Dalam ingatanya, lanjut Nunu, setidaknya lebih dari 5 kali ia diminta para tentara --kebanyakan bukan berasal Jawa Barat-- untuk mengantar ke lokasi persembunyian anggota DI TII.
Operasi Pagar Betis, Kerja sama Tentara dan Masyarakat Tumpas DI TII
Operasi pagar betis menjadi sangat penting saat penumpasan pemberontakan DI TII di Jawa Barat khususnya Tasikmalaya. Dalam operasi ini, bukan hanya TNI yang dikerahkan namun juga peran serta masyarakat secara luas.
Nunu mengisahkan, Operasi pagar betis merupakan taktik yang sangat bagus dalam memancing anggota DI TII turun gunung. Uniknya lagi, untuk memancing para pemberontak dari persembunyiannya dilakukan oleh warga dengan berbagai kegiatan.
“Jadi pagar betis teh warga anu seueurna 10 jalmi calik di tenda anu jarakna masing masing 5 meter (jadi pagar betis itu, sekitar 10 orang duduk di tenda yang jaraknya masing-masing 5 meter," ucap Nunu.
Sementara posisi tentara, lanjut Nunu, berjarak antara 50 sampai 100 meter. Untuk memancing kedatangan para pemberontak, warga yang berada di tenda melakukan kegiatan masak nasi atau ngaliwet dan main gitar.
“Teu aya kontak senjata waktos pager betis mah, jadi dipancing gorombolan teh ku liwet sareng ku gigitaran (gak ada kontak senjata waktu pagar betis mah, jadi dipancing gerombolan itu pakai liwet sama main-main gitar)," ucap Nunu.
Karena ketersediaan bahan makanan pemberontak terbatas, tambah Nunu, tidak sedikit yang menyerah angkat tangan dan datang ke tenda-tenda warga meminta makan. Saat berada di tenda, mereka disergap oleh para tentara.